#OctoberWish

Everything is never as it seems.



TEKNOLOGI seluler generasi keempat (4G) standar LTE (Long Term Evolution) memang semakin populer karena mendapatkan dukungan dari semakin banyak operator seluler.

Namun demikian, firma riset International Data Corp (IDC) memperingatkan, pertumbuhan LTE tidak akan bebas dari tantangan. IDC menilai, pada saat ini memang terdapat semakin banyak operator seluler yang mendukung LTE. Namun IDC menegaskan, para operator itu sesungguhnya memiliki komitmen lemah dalam mendukung salah satu standar. Artinya, pada saat ini mereka memang mengaku mendukung LTE.

Namun pada saat yang lain, mereka bisa saja membelot ke kubu Wi-MAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access). Komitmen para operator terhadap standar tertentu menjadi lemah karena baik LTE maupun Wi-MAX merupakan teknologi baru yang terus berkembang. Pada saat ini, LTE dinilai lebih unggul karena LTE menjanjikan kecepatan dan kapasitas lebih besar daripada Wi-MAX.

Tetapi jika WiMAX ternyata terbukti lebih efisien daripada LTE, maka para operator seluler bisa segera berpindah ke WiMAX. IDC menambahkan, tantangan lain yang harus dihadapi LTE adalah rejim spektrum. Dalam menyelenggarakan layanan seluler, para operator seluler harus mendapatkan izin dari pemerintahan setempat. IDC menilai, penerbitan izin penyelenggaraan layanan LTE di berbagai negara hingga saat ini ternyata masih alot.

Jika izin tidak keluar, maka operator pun tidak bisa menyajikan layanan LTE. Salah satu situasi dilematis seperti itu tercermin nyata di wilayah Asia Tenggara. IDC mengungkapkan, penyelenggaraan layanan 4G, entah LTE atau pun WiMAX, di Asia Tenggara tersendat karena para operator seluler di wilayah tersebut enggan menyajikannya. Alasannya, para operator seluler di Asia Tenggara masih berfokus menyajikan layanan seluler generasi ketiga (3G).

Dalam pemaparan IDC, layanan 3G pun pada saat ini belum tersedia secara merata di wilayah Asia Tenggara, terutama di Vietnam dan Thailand. Sedangkan di wilayah yang sudah memiliki layanan 3G, misalnya di Indonesia, operator masih sibuk memaksimalkan pendapatan layanan 3G. IDC memprediksi, penyajikan layanan 4G di Asia Tenggara akan lebih dulu dilakukan di negara-negara yang memiliki tingkat penetrasi 3G tinggi. Misalnya Singapura.

IDC memperkirakan, uji coba layanan 4G akan dilakukan di Singapura antara 2010 hingga 2011. IDC mengakui, teknologi 4G memang menjanjikan peningkatan kecepatan akses data serta biaya langganan lebih murah daripada 3G. Namun demikian, penyajikan layanan 4G ternyata tidak sesederhana perkiraan.

"Ada banyak sekali komponen biaya yang harus ditanggung operator dalam menyajikan layanan 4G. Antara lain, mereka harus melakukan transformasi infrastruktur jaringan. Proses tersebut tentu tidak murah. Karena itu, pada saat ini operator lebih fokus memaksimalkan pendapatan dari layanan yang sudah ada, yaitu 3G," tutur Director Asia Pacific Telecommunications Research IDC Bill Rojas.

Untuk menikmati layanan 4G, konsumen pun harus menanam investasi baru. Konsumen yang sudah memiliki PC (personal computer), entah desktop atau pun notebook, memang bisa memanfaatkan kembali PC-PC lama mereka untuk mengakses layanan 4G.

Namun demikian, konsumen tidak bisa menggunakan modem 3G untuk mengakses layanan 4G. Agar bisa menikmati akses 4G, konsumen tentu harus membeli modem baru, yaitu modem seluler 4G. Salah satu contohnya terjadi di kota Baltimore, Maryland, Amerika Serikat. Operator seluler Sprint Nextel Corp mulai menyajikan layanan 4G jenis WiMAX di Baltimore pada awal Oktober 2008.

Untuk mengakses layanan internet seluler WiMAX, konsumen harus membayar biaya langganan USD25 per bulan untuk PC desktop, atau USD30 per bulan untuk PC notebook. Agar PC bisa terhubung dengan jaringan WiMAX, PC tersebut harus dilengkapi modem WiMAX. Dalam kasus Sprint, konsumen harus membeli modem WiMAX seharga USD60 untuk notebook, atau USD80 untuk desktop.

Alhasil, pada bulan pertama penggunaan layanan WiMAX, pelanggan Sprint harus menyediakan anggaran USD105 untuk desktop, atau USD90 untuk notebook. Bagi sebagian konsumen, terutama mereka yang belum lama membeli modem 3G, biaya itu dirasakan cukup memberatkan. Agar konsumen tidak keberatan bermigrasi ke layanan 4G, operator harus memberikan subsidi biaya. Untuk melakukannya, operator tentu tidak bisa bekerja sendiri. Contoh menarik terjadi di Taiwan.

Di sana, produsen prosesor terbesar dunia, sekaligus pendukung utama WiMAX, Intel Corp memberikan bantuan investasi sebesar USD11,5 juta kepada operator WiMAX Taiwan VMAX Telecom Co untuk mendorong penetrasi WiMAX. Intel mengungkapkan, VMAX mampu lebih cepat menyajikan layanan WiMAX di Taiwan berkat bantuan modal itu. VMAX sendiri menggunakan modal USD11,5 juta tersebut untuk membangun jaringan WiMAX pertama di Taiwan. (okezone.com)

0 Response for the "Beragam Tantangan Masih Menghadang LTE"

Post a Comment